20121120-222403.jpg

Sembunyi-sembunyi, Gadis mengintip ke luar lewat jendela depan. Terlihat olehnya sesosok pria berdiri di depan pintu rumah. Pria itu lagi, desah Gadis. Ketukan pintu terdengar beberapa saat kemudian, bunyinya menggema dalam sepinya ruangan. Gadis diam terpaku, menikmati gema yang tersisa. Lama berlalu, terdengar langkah kaki berjalan menjauh di luar sana. Gadis masih diam terpaku.

Pria itu sudah lama memasuki ruang pikiran Gadis dengan membawa segala paket keanehan yang dimilikinya. Kemunculan pertama bermula ketika pandangan Gadis menangkap seseorang pria yang sedang berjalan pelan di sekitar pekarangan rumahnya sambil memperhatikan ke dalam rumah. Tatapan mereka bertemu dan pria itu melemparkan senyum ramah untuk Gadis.

Keesokan hari, pria itu beredar lagi di pekarangan rumah Gadis, begitu juga dengan besoknya dan besoknya lagi. Dan selalu terjadi hal yang sama berulang kali, tiap saat selalu ada senyum yang sama terlempar ke arah Gadis. Ketika pria itu sempat menghilang sebentar dari ritualnya, Gadis merasa sangat lega, tapi itu tidak berlangsung lama, ketika dia muncul kembali, pria itu masuk ke dalam pekarangan dan mengetuk pintu rumah Gadis.
Terdorong rasa penasaran, Gadis pun membuka pintu namun pria itu hanya memberikan senyum yang sama lalu kemudian membalikkan badan berjalan menjauh dari rumah Gadis yang saat itu hanya bisa terheran-heran tak mengerti.

Hal itu terus menerus terjadi, terkadang mereka hanya saling tatap-tatapan dengan daun pintu menjadi perantaranya. Kadang-kadang pria itu sudah berlalu sebelum Gadis membukakan pintu. Gadis bingung akan apa yang diinginkan pria itu, bukannya Gadis tak pernah mempersilahkan dia masuk tapi pria itu hanya tersenyum setiap ajakan itu dilontarkan Gadis tanpa pernah mengiyakannya.

Ini harus dihentikan, pikir Gadis. Dia tak mau terbunuh penasaran oleh kemisteriusan ini. Gadis pun menyusun rencana untuk si pria misterius ini. Keesokan hari, Gadis berdiri di depan pintu rumahnya yang terbuka lebar. Dia menanti dengan sabar kedatangan pria itu, sampai akhirnya sosok pria itu muncul dari pagar samping rumah lalu berjalan mengitari pagar rumah Gadis. Namun, pria itu terhenti di depan pagar pekarangan dan menatap lekat Gadis. Dan tak lupa menyunggingkan senyum yang selalu dimilikinya. Gadis membalas senyuman itu, seketika itu pula pria itu kembali melanjutkan langkahnya. Gadis pun terpana lama, oke masih ada hari esok, akan kucoba lagi esok, hibur Gadis pada dirinya sendiri.

Besoknya, Gadis memilih untuk berjaga di balik jendela. Dengan cemas matanya memperhatikan pekarangan rumahnya. Pria itu kembali muncul dan kali ini berjalan memasuki pekarangan lalu, seperti yang Gadis tunggu, dia pun mengetuk pintu rumah Gadis. Dengan segera Gadis membuka pintu rumahnya, dan segera berhadap-hadapan dengan pria itu. Secepat kilat tangan Gadis meraih tangan pria itu dan mencekalnya, “Tunggu! Jangan pergi dulu, masuklah kemari.” pintanya penuh harap.

Pria itu tersenyum lalu berkata, “Tapi aku hanya ingin sampai di batas ini.”
“Tak inginkah kamu masuk ke dalam?” tanya Gadis bingung.
“Belum tiba inginku, Gadis.”
“Lalu buat apa kau ketuk pintuku, bila kau tak ingin masuk?”
“Aku mengetuk pintumu, bukan berarti aku ingin masuk, aku hanya ingin kau mengingatku Gadis”
Cekalan Gadis melemah dan pria itu kemudian berjalan menjauh dari pintu itu. Airmata jatuh menetes di pipi Gadis, dia merasa lelah sekali akan semua itu. No more, desisnya pelan.

Beberapa hari kemudian, sesosok pria berjalan mendekati rumah Gadis. Langkahnya santai tapi terasa kemantapan di tiap ayunan kaki yang tercipta. Sesampainya di depan pagar, pria itu heran menemukan pintu pagar terkunci oleh sebuah gembok yang kokoh. Matanya lalu melihat secarik kertas yang ditempelkan di pagar tersebut. Dengan cepat dia membaca isinya, kemudian tersenyum sedih menatap rumah di balik pagar itu.

20121121-000521.jpg