Category: Coretan Imajinasi (Page 1 of 2)

Peringatan: Dilarang Mengetuk!

20121120-222403.jpg

Sembunyi-sembunyi, Gadis mengintip ke luar lewat jendela depan. Terlihat olehnya sesosok pria berdiri di depan pintu rumah. Pria itu lagi, desah Gadis. Ketukan pintu terdengar beberapa saat kemudian, bunyinya menggema dalam sepinya ruangan. Gadis diam terpaku, menikmati gema yang tersisa. Lama berlalu, terdengar langkah kaki berjalan menjauh di luar sana. Gadis masih diam terpaku.

Pria itu sudah lama memasuki ruang pikiran Gadis dengan membawa segala paket keanehan yang dimilikinya. Kemunculan pertama bermula ketika pandangan Gadis menangkap seseorang pria yang sedang berjalan pelan di sekitar pekarangan rumahnya sambil memperhatikan ke dalam rumah. Tatapan mereka bertemu dan pria itu melemparkan senyum ramah untuk Gadis.

Continue reading

140 Karakter

Your fingertips across my skin
The palm trees swaying in the wind
Images

You sang me Spanish lullabies
The sweetest sadness in your eyes
Clever trick

Dear Lelaki yang bermata tajam, yang pernah menatapku begitu dalam, sehingga terasa di lubuk hatiku yang tergelap, aku ingin jujur kepadamu, aku terpesona kepadamu.

Kamu dengan pesonamu, kamu dengan tatapanmu, bahkan suaramu yang dalam itu saja dapat membiusku, iya, kamu, kamu sudah memenjarakanku di sini.

@lelakibermatatajam: “our voice maybe small, but together we can make the world hear us.”

Aku ingat ketika pertama kali mengenalmu, bukan dari sebuah perjumpaan biasa, aku mengenalmu dari kicauanmu. Tertawa geli aku mengingatnya, bagaiamana dunia maya menjadi awal perkenalan kita.

Ketika itu aku kagum kepadamu, kamju memang masih muda tapi mau berjuang untuk orang lain yang sedang kesusahan, kamu memilih 140 karakter untuk meneriakkan ketidakadilan dunia di hari itu. Teriakanmu terdengar di telingaku, kemarahanmu dapat kurasakan melalui mataku. Sejak saat itu aku kagum padamu.

Social Media memang dunia yang unik, tak pernah kuduga salah satu keunikannya adalah bisa membuat seseorang jatuh cinta, dari sosok pencitraan dunia maya. Aku tahu aku bukan satu-satunya.

@aku: ~And he fights for his life. Where people are pleasantly strange, And counting the change. And he goes..Nobody knows~

Semenjak saat itu, kusaksikan perjuanganmu setiap hari, untaian kata-katamu dalam dunia 140 karakter, entah kenapa ketika itu aku bisa merasakan kuatnya kharismamu. Tak pernah sedikitpun kamu mengeluh, walaupun kamu tahu perjuanganmu sulit, namun kamu tetap selalu yakin. Itu yang membuatku kagum.

Perkenalan pertama kita pun lewat sapaan di dunia maya ini. Temenku yang iseng mengajakmu dalam obrolan kami. Dan aku heran kenapa kamu mau menanggapi yang orang asing ini bahkan mau ‘mengikutiku’ padahal kita belum pernah bertemu sebelumnya. Wajar saja sih sebenarnya perkenalan seperti ini, namun aku tetap merasa ini seperti sebuah sanjungan bagiku.

Lalu kita mulai berkomunikasi, terkadang berupa komentar atas quote-quote yang kita lemparkan, terkadang hanya menambahkan senyum di kalimat 140 karakter masing-masing. Pesanmu dalam inboxku selalu kubaca berulang kali, kupikir saat itu ini hanya obrolan biasa, tapi ternyata aku salah.

@lelakibermatatajam: “Kita memiliki rute yang sama, daerah yang berdekatan, tapi kita tak pernah bersinggungan, katakan di persimpangan mana kamu berbelok?

Kita mengenal orang-orang yang sama, berada di lingkup pergaulan yang sama, tapi kita tak pernah bertemu sebelumnya. Padahal seharusnya, aku sudah mengenalmu dari dulu, tapi  Takdir, si Mak Comblang yang labil, malah memilih bulan Mei sebagai saat pertemuan kita pertama. Di kafe yang sebenarnya adalah tempat favorite kita walau kita tidak pernah sama-sama berpapasan sebelumnya karena kita mempunyai  jam kunjung yang berbeda.

Genggaman tanganmu di waktu itu, hangat, erat dan membawa perasaan menyenangkan bagiku. Kamu sudah seperti yang kukira, kamu begitu kharismatik. Suaramu yang tegas menggambarkan watakmu yang keras. Dan aku pun terjatuh pada pesonamu, di malam itu.

Sejak saat itu, kita bergulat di dunia 140 karakter, saling berkomentar, saling mengirim pesan, dan yang tidak kamu tahu aku sebenarnya tentu saja berita tentangmu lebih banyak daripada berita yang menyebutkan namaku.

@lelakibermatatajam: “Topeng yang kalian sebut #pencitraan itu, suatu saat akan menjebak kalian. Apakah kalian begitu lelah menjadi diri sendiri?

Ketika semua orang berusaha menampilkan pencitraan diri yang bagus atau rapuh sekalian di dunia itu, kamu termasuk di segelintir orang yang tak pernah menipu dengan menghadirkan sosok yang berbeda. Kamu tetap tampil menjadi dirimu sendiri. Itu adalah salah satu perbedaanmu. Kamu tidak pernah memakai topeng apapun.

Aku salah menerjemahkan perasaanku. Kukira awalnya hanya sebuah kekaguman, sebuah apresiasi terhadap sosok yang indah, tapi bukan, itu lebih dari sebuah kekaguman. Rasa itu berubah jadi sebuah perasaan yang dalam, kepadamu.

Tapi aku benci! Aku benci pada situasi di mana aku terkukung oleh dirimu, Tahu kah dirimu, semua tentang dirimu telah memenjarakanku di sini? Di ruang hatiku sendiri. Bahkan aku tak bisa melihat yang lain. Semua tertutup oleh pesonamu.

Suaramu dan candamu bahkan selalu terdengar di telingaku, walaupun kamu tidak berada lagi di sekelilingku. Kamu ada di bayangan kaca ketika aku bercermin. Kamu ada di sekelebatan pandangan setiap aku menorehkan kepalaku. Kamu ada di sudut mataku ketika aku sedang melirik. Kamu ada di ujung helai rambut yang terjatuh di keningku.

Aku tidak mungkin memilikimu, aku tahu itu. Sudah ada dia yang tak kalah indahnya, di sebelahmu. Terkadang aku bingung, apa yang kamu ceritakan tentang aku kepadanya? Dia adalah seseorang yang terkenal juga, tiba-tiba ingin mengenalku, begitu saja. Dan kamu hanya berkomentar;

@lelakibermatatajam: “Never taught yourself as an ordinary person, you’re so amazing and that makes you an extraordinary person.”

Hal lain yang membuatku menyukaimu adalah, kamu sangat jenius, aku heran dengan hal-hal yang bisa bercokol di otakmu. Kamu adalah orang paling enak diajak bertukar pikiran. Berdiskusi denganmu takkan pernah bisa sebentar, selalu dipenuhi dengan mimpi-mimpi yang ingin kita raih. Target-target yang ingin kita capai. Tempat-tempat yang ingin kita kunjungi. Bahkan kita memiliki kota yang impian yang sama, Itali. Salah satu dari persamaan di antara banyak perbedaan kita.

@lelakibermatatajam: “Ingin berjalan-jalan sore, di pelosok Florence sambil bercerita tentang sejarah dari setiap patung yang berdiri di sana, sambil menggenngam tanganmu.

Andai saja aku mau memperjuangkan perasaan kepadamu. Andai saja aku bisa menjadi diri sendiri. Andaikan aku tidak terikut dengan orang-orang lain, aku tidak menampilkan pencitraan yang berbeda, mungkin, mungkin sekarang ini kita masih bisa berdekatan.

Terlupa olehku betapa kamu tidak menyukai orang-orang yang menipu dirinya sendiri itu. Karena aku kini malah menjadi salah satu dari mereka. Menampilkan diriku di dunia itu dengan topeng yang berbeda, hanya agar orang-orang mengenalku. Seperti orang-orang mengenalmu.

@lelakibermatatajam: “Pelangi yang dulu kulihat di matamu, telah berganti menjadi hujan karena tarian yang kamu mainkan sendiri.

Apakah itu buatku? Apakah aku begitu berubah? Apakah aku sendiri yang menyebabkan kamu menjauh?

Walaupun kita tak pernah berbalas lagi di dunia itu , aku tetap mengikuti perkembanganmu. Aku tahu bahwa tidak lama lagi kamu akan segera meninggalkan kota ini. Pergi untuk mengejar mimpimu.

I never want to see you unhappy
I thought you’d want the same for me

Kamu dan mimpi-mimpimu. Mimpimu adalah hidupmu, mimpimu adalah nafasmu, semua langkahmu adalah untuk mengejar mimpimu. Sementara, mimpiku adalah bisa berada dalam mimpimu.

Impianku adalah bisa berada dalam impianmu. Doaku adalah melihatmu mencapai semua mimpimu, tapi doa egoisku yaitu kamu menggapai mimpimu bersamaku.

Ahh kamu lelaki yang bermata tajam yang sangat kusayangi. Maafkan aku yang terlalu jatuh dalam pesonamu. Tak pernah kusesali hatiku yang tertoreh namamu, tapi kusesali tak sempat kuukir namaku di hatimu.

Setiap sakit yang kurasa bila melihatmu berbicara dengan Dia, tak sebanding dengan kegembiraan melihat sosokmu di hadapanku. Setiap keresahan karena jauhnya dirimu, terhapuskan dengan kegembiraan karen kemunculanmu di garis masaku.

Bukanku tak ingin jujur padamu, kata-kata pengakuan itu selalu tertelan, kalah oleh tatapan tajam matamu. Toh rasa ini juga indah bila disimpan sendiri. Setidaknya aku meyakini itu.

Goodbye, my almost lover
Goodbye, my hopeless dream

Mungkin perasaan ini tak seharusnya tersampaikan. Karena pesonamu pun terlalu indah untuk dilupakan. Hanya senyum dan doa yang kupersembahkan untukmu, mengawali perjalananmu esok.

Aku tetap ada di sini, menunggumu untuk berbagi cerita lagi, wahai lelaki bermata tajam. Kuharap matahari di kota itu takkan mengurangi kharismamu, dan badai yang kan kau temui kelak hanya akan membasahimu sekejap. Mungkin aku tak bisa berlari membawa payung untukmu, tapi akan selalu ada awan kirimanku yang menjagamu. Jadi jangan pernah kamu takut.

@aku: “Awal perjalananmu, awal penantianku. Jangan khawatir, setiap kamu menoleh, ada aku yang berada di sini menunggumu.

@aku: “ Kuusir hujan dengan mantra terindah. Bila kamu kembali nanti, akan kamu lihat pelangi yang sama, masih menghias di mataku.

Silahkan melangkah lelakiku , semoga kita bisa bertemu di impian yang sama. Kamu tetap menjadi impianku.

 

*terinspirasi Almost Lover – A Fine Frenzy*

Malam Milik Dina

21.30 WIB
Dina mengeringkan rambutnya dengan hairdryer, pelan dia menyenandungkan seuntai nada tak berjudul yang dia temukan ketika mandi tadi. Lagu tak berjudul itu menemani dia menguraikan helai rambutnya yang terjalin kusut. Sesekali matanya melirik ke arah jam dinding Mickey Mouse yang telah menemani dia 2 tahun ini.
Jam itu adalah pemberian Pandu, padahal Dina tidak menyukai Mickey Mouse ataupun tokoh kartun lainnya, Pandu memenangkan jam itu di sebuah pasar malam kecil di alun-alun di malam pertama kencan mereka.
Walaupun begitu jam itu telah berjasa dalam mengingatkan waktu karena Dina termasuk gadis yang lelet. Kata Pandu waktu itu, jam itu akan mengingatkan bahwa waktu itu begitu sederhana, kita tidak butuh pengingat berbentuk bagus untuk menyadarkan betapa waktu dapat berlalu dengan cepat. Dina tersenyum mengingatnya.

21.40 WIB
Rambutnya sudah kering, Dina pun meraih catok yang baru dia beli sore tadi. Catok baru itu dia gunakan untuk membentuk rambutnya ikal. Pandu selalu bilang dia menyukai rambut Dina yang lurus, namun Dina memberanikan diri untuk tampil beda malam ini.
Malam ini berbeda dengan malam lainnya, Dina sudah menunggu malam ini sejak 3 bulan lalu. Dia bahkan sudah mengajukan ijin sehari pada bosnya untuk tidak bekerja hari ini demi mempersiapkan malam istimewanya.
Dina bahkan sudah membeli baju, lipstik dan kuteks baru.
Pandu layaknya cowok lain, tidak terlalu suka bila pacarnya menggunakan dandanan yang terlalu berlebihan. Pandu menyukai hal-hal yang sederhana, padahal seringkali Dina ingin tampil lain dari biasanya, untuk Pandu. Setiap kali Dina berdandan yang berbeda, Pandu hanya mengerlingkan matanya dan diam saja. Tapi malam ini saja, Dina ingin sekali Pandu memujinya.

21.55 WIB
Rambut sudah, sekarang tinggal dandanan saja, lipstik merah menyala ini akan cocok dengan mini dress merah bunga-bunga ini, pikir Dina. Dia menyapukan kuas blush on ke pipinya, setelah merasa sempurna, lipstik merah yang baru itu dia sapukan tipis-tipis di bibirnya.
Selesai dengan perlengkapan perang, Dina meraih baju yang sudah disetrika rapi di atas tempat tidurnya. Pandu suka sekali bila Dina menggunakan mini dress atau dress langsungan bukan celana jeans dan kaus yang merupakan seragam Dina sehari-hari. Terasa lebih wanita, menurut Pandu. Dina sih senang-senang saja memakai baju-baju model begitu, sayang bila berbelanja baju, dia tetap saja memilih kaos dan jeans lagi. Dina berjanji untuk menambah koleksi mini dress-nya demi Pandu.
Pandu bukan cowok yang senang memuji, tapi sekalinya Pandu melontarkan pujian, Dina bagaikan melayang tujuh hari tujuh malam gak mau turun-turun ke bumi. Ah wanita, setinggi apapun gengsi dan egonya, tetap saja lemah terhadap pujian tulus dari sang pujaan hati. Apalagi dari orang yang pelit pujian seperti Pandu.

22.10 WIB
5 menit lagi, Dina mengingatkan dirinya sendiri, dia pun berjalan ke meja kerjanya dan menghidupkan laptopnya. Lalu dia klik ikon Skype di layar dan segera bersiap menunggu Pandu untuk menghubunginya.
Ya malam ini adalah malam istimewa karena ini malam pertama mereka bisa bertatap muka(walaupun lewat webcam saja) setelah terpisah selama 6 bulan.
Satu tahun ini mereka berdua ber-LDR ria, pada awalnya Dina tidak pernah mau menjalankan hubungan yang hanya berisi omongan-omongan tanpa pertemuan. Apalagi mereka LDR-nya gak tanggung-tanggung, Indonesia dengan Hanoi itu ternyata jauh juga, ini baru Dina sadari. Dan komunikasi tidaklah lancar karena terkadang Pandu dikirim ke lokasi-lokasi yang tidak memiliki jaringan internet yang baik.
Namun cinta ternyata egois, bisa menomorduakan logika dan fakta. Dan baru kali ini Dina merasa diperbudak oleh rasa kangen. Masih lekang di ingatan  Dina ketika mereka berada di bandara, Pandu menatapnya dan berkata “Aku yakin ada kamu dalam masa depanku, aku minta kamu untuk percaya itu dan mau bekerja sama denganku menuju masa depan kita. Aku hanya minta kamu mau menunggu dan percaya padaku, aku akan mengusahakan masa depan yang indah untuk kita, makanya aku harus pergi sekarang. Aku harap kamu mau.” sebuah permintaan yang indah, bagaimana mungkin Dina menolaknya, karena dia pun ingin menemui Pandu di masa depannya.
Setiap hari Dina lewati dengan pertanyaan-pertanyaan yang bertempur di pikirannya, bagaimana hari-hari yang Pandu lalui, apakah dia baik-baik saja di negeri orang sana dan malam ini Dina akan mendapatkan jawabannya. Dina tak sabaran untuk segera mendengarkan cerita perjuangan Pandu dan petualangan-petualangan Pandu, terlebih lagi dia ingin meyakinkan pada Pandu bahwa dia akan tetap menunggu Pandu untuk menjemputnya menuju masa depan mereka. Dina ingin menyemangati Pandu dan mengatakn bahwa dia akan selalu ada untuk Pandu dan hanya demi Pandu.
Malam ini Dina akan mengalahkan sedikit rasa kangen yang selama ini melemahkannya. Malam ini Dina merasa puncak kangen yang sudah dia daki dari setahun lalu mulai terkikis. Malam ini, milik aku dan Pandu saja, selangkah lagi menuju masa depan kami.

*terinspirasi dari lagu Sheila on 7 – Bertahan Di Sana*

A Smile From The Corner

“Whenever sang my songs

On the stage, on my own

Whenever said my words

Wishing they would be heard”

“Hadirin sekalian, mari kita sambut Randika Putra!” MC menyebut nama itu dengan lantang, seorang pemuda dengan sosok tegap menaiki podium dengan senyuman manis dan tatapan percaya diri. Penonton menyambutnya dengan tepuk tangan yang meriah.

“Selamat malam semua. Terima kasih, terima kasih. Malam ini saya akan menjelaskan mengenai program Earth Hour For Better Future kepada anda semua, ya doakan saja presentasi saya berjalan singkat sehingga kita bisa pulang dengan cepat.” Randika Putra memberikan kata sambutan dengan candaan, disambut dengan tawa serempak dari para penonton.

Sementara di sudut pojok aula itu, seorang gadis sedang duduk sambil membaca agendanya. Ketika Randi memulai presentasinya, Nana -nama gadis itu- pun menengadahkan kepalanya. Dia memperhatikan Randi sambil sesekali tersenyum. Randi dan Nana sudah bersahabat sejak lama. Pertemuan mereka dimulai ketika mereka bergabung di sebuah komunitas pencinta alam. Randi adalah salah seorang aktivis pencinta alam yang kini mulai dikenal orang atas kepeduliannya pada lingkungan. Dan Nana juga berkecimpung di lingkungan yang sama, tapi dengan ketertarikan yang berbeda dengan Randi.

Nana mengerti betul pesona yang dimiliki seorang Randi. Randi adalah aktivis lingkungan dengan karismatik yang kuat. Dia memiliki kemampuan yang bisa mempengaruhi orang banyak agar mau menyayangi lingkungannya. Randi yang bersahaja, Randi yang ramah, Randi yang baik, Nana sudah khatam akan itu semua. Sedangkan Nana hanyalah seorang anggota biasa saja dalam komunitas itu, walaupun bagi Randi dia adalah seorang pendengar yang baik. Dia dapat mendengarkan dengan sabar semua rencana-rencana, petualangan-petualangan, dan mimpi-mimpi Randi.

“Jadi, dengan program ini kita dapat menghemat pemakaian listrik di daerah kita sebanyak 20% dari biasanya…” Randi masih berada di podium melanjutkan presentasinya. Matanya berkeliling memandang ke seluruh orang di depannya dengan dihiasi senyuman. Nana berharap senyuman itu untuknya, tapi Nana tahu itu adalah senyuman biasa saja.

“I saw you smiling at me..
Was it real or just my fantasy”

“Kamu harus ikut diskusi besok.” kata Randi sore itu ketika mereka lagi menikmati sore di halaman rumah Nana. Nana menatapnya bingung, “Loh, kan yang jadi diundang jadi narasumber itu kamu, kenapa aku harus ikutan juga?” tanyanya kemudian.

“Aku baru sekali ini diundang mereka, aku butuh muka yang kukenal untuk menenangkanku” rayu Randi dengan mata memelas. Nana langsung cemberut, “Jadi aku hanya sekedar ‘muka yang dikenal’ ya? Nih bawa saja fotoku, letakin di mimbar” Nana membuka dompetnya dan memberikan foto dirinya.

Randi meraih dan memandang foto itu, “Kalo cuma foto aja gak ngefek lah Na. Aku harus disenyumin , diteriakin, disemangatin, foto gak bisa bergaya cheerleader Na.”

Nana diam sejenak dan akhirnya berkata “Iya, iya, gak usah kamu suruh, aku juga datang kok, aku kan diundang juga ama mereka.”

Randi tersenyum “Makasih ya.” ujarnya sambil memasukkan foto Nana ke dalam tas. Nana memandang heran akan tingkah laku Randi tapi tidak protes, Randi yang aneh, pikirnya.

“Apakah ada yang mau bertanya mengenai program ini?” Randi membuka sesi tanya jawab.

Nana mulai bersiap mencatat di agenda andalannya sambil tetap memperhatikan Randi. Randi berpesan untuk menulis data siapa-siapa saja yang bertanya, sebagai masukan untuk program ini.

Harusnya pekerjaan seperti ini adalah tugas sekretaris atau pacarnya, bukan aku, Nana ngomel-ngomel dalam hati. Kayak-kayak gini kok larinya ke aku, makanya jangan LDR, masih saja Nana mengomel dalam hati.

Randi sebenarnya punya pacar, sayangnya sang pacar berada di kota yang nun jauh sana. Keberadaan si pacar memang jarang diakui karena Angel si pacar, adalah seorang model yang baru merintis karirnya. Randi baru saja memulai hubungan itu ketika dia berkenalan dengan Nana. Nana sebenarnya ingin berteman baik dengan Angel, tapi sayang Angel terlalu dingin untuk diajak berteman. Angel hanya mau memandang dan menanggapi Randi, tapi tidak pernah mau mengenal Nana.

Pernah di suatu sore Randi mengeluh padanya, “Aku sudah capek untuk mengikuti mau Angel. Dia menuntutku untuk segera pindah ke Jakarta menyusulnya. Dia bilang di Jakarta lebih banyak peluang masa depan daripada di sini. Dia gak ngerti apa, kalo di sini juga banyak peluang yang lebih cocok untukku? Dan sebenarnya masa depan apa sih yang dia inginkan dariku?”

“Maksud dia kan baik, Ndi. Dia pengen agar kamu lebih maju lagi dari yang sekarang. Kamu bisa lebih dari yang sekarang ini. Tapi kamu sebenarnya gak mau, karena saran itu berasal dari dia kan? Kamu gak mau disuruh-suruhkan? Egomu yang berbicara bukan logikamu.” seperti biasa Nana mengeluarkan jurus mautnya. Randi tertunduk, kalau sudah tahu salah aja baru diam, omel Nana dalam hati.

“Aku merasa Jakarta bukan buat aku. Aku merasa di sinilah aku harusnya berada. Kalau semua orang pergi ke sana, bagaimana dengan hal-hal yang dapat kita lakukan di sini?” pembelaan Randi.

“Kalo itu aku gak bisa mendebatnya, rezeki itu ada di mana aja kok. Karena menurutku , The place where I wanna be is the place where I belong , a place that I can call mine. Percuma aja kalo kita gak ada hati untuk berusaha di tempat yang kita gak sreg” kata Nana.

Randi memandangnya dan tersenyum. “Sebuah quote kalo kamu yang ngomong kok jadinya bagus banget ya?”.

Muka Nana bersemu merah. “Udah ah, gimana soal pembicara di acara diskusi SMA 5 besok? Aku belum lihat persiapanmu.” Nana berusaha mengalihkan pembicaraan.

“Harusnya kita lebih sering kerja bareng Na. Aku yang bagian santai-santainya, kamu otaknya kebagian yang susah-susah. Terus juga bagian pendengar setia.”

“Kan biasanya emang begitu? Aku yang kebagian pusingnya, sibuknya, plus nontonin kamu. Tidak dibayar pula”

“Kubayar pake hati aja deh. Tapi kutebus dulu dari pegadaian depan ya.” jawab Randi. Mereka pun tertawa bersama. Dan akhirnya menutup pertemuan malam itu dengan nongkrong di angkringan langganan mereka.

“Oke, terima kasih buat pertanyaannya. Saya jawab satu-satu ya.” Randi kembali melemparkan senyuman buat penontonnya. Nana masih berharap senyuman itu buat dia.

Ada 2 hal yang tidak diketahui oleh Randi. Pertama, Nana sebenarnya menyimpan perasaan buat Randi, yang kedua adalah Nana memutuskan untuk tidak melanjutkan perasaan itu untuk menghormati permintaan Angel.

Angel menghubungi Nana beberapa minggu lalu. Ketika itu Randi lagi berada di Jakarta. Angel ternyata sedang bersama Randi dan dia berhasil membongkar pesan-pesan Randi dan merasa terganggu dengan kedekatan mereka.

“Jadi, saya mohon ya Nana. Kamu jangan terlalu dekat dengan dia. Randi bilang kalian memang cuma berteman, tapi saya tidak suka dengan pertemanan kalian. Randi tidak perlu tahu mengenai pembicaraan kita ini, aku tidak ingin dia menilaiku jelek. Tapi aku bisa memintamu tolong padamu kan, bukan soal kerahasiaan saja tapi juga mengabulkan keinginanku. Kamu masih boleh berteman dengannya. Hanya jangan terlalu dekat kalo bisa menjauhlah darinya. Aku tidak bisa berada di sisi Randi sebanyak kamu berada bersamanya. Aku tidak ingin dia jadi berpaling padamu. Aku harap kamu mengerti.” permohonan Angel lewat sebuah email untuk Nana.

Setelah berpikir lama, Nana memilih untuk menyalahkan dirinya dan mundur dari hubungan antara Randi dan Angel. Nana memahami bahwa Randi selama ini hanya butuh dia sebagai pendengar,tidak lebih dari itu. Perasaan Nana tidaklah penting apabila hanya mengganggu hubungan Randi dan Angel. Oleh karena itulah dia memilih untuk menerima tawaran kerja di Bandung tanpa memberitahu Randi. Malam ini adalah malam terakhir dia menemani Randi. Tapi Randi tidak perlu tahu itu. Biarlah ini menjadi kejutan untuknya, tegas Nana pada dirinya sendiri. Nana kemudian tersenyum manis ke arah sosok yang selama ini sebenarnya dia kagumi itu.

“You’d always be there in the corner…Of this tiny little bar”

“Sekian penjelasan saya, mari bersama kita sukseskan program Earth Hour minggu depan. Bersama kita bisa! Terima Kasih!” Randi pun menutup presentasinya. Sambil membereskan berkasnya, dia memandang ke arah pojok ruangan itu. Nana masih di sana, dia tersenyum lega. Di sudut hatinya, Randi merasa semua kegiatannya berjalan lancar bila ada Nana di dekatnya. Dengan Nana yang menatapnya, tersenyum padanya, semua kecemasan dan keraguannya menguap begitu saja. Namun Randi juga mulai menyadari, keberadaan Nana tidak hanya sebagai ‘muka yang dikenal’ saja. Dengan Nana di sisinya, semua petualangan biasa berubah menjadi istimewa. Dia pun kini mengerti, ternyata perasaannya pada Nana telah berubah dari sekedar teman biasa. Sayangnya pemahaman itu baru dia muncul akhir-akhir ini.

“So let me come to you.. Close as I wanted to be

Close enough for me..To feel your heart beating fast

And stay there as I whisper. How I loved your peaceful eyes on me

Did you ever know.. That I had mine on you”

Malam ini Randi ingin menyatakan perasaannya pada Nana. Dia tak ingin menyimpan ini lama-lama. Dia sudah memutuskan hubungannya dengan Angel kemarin, walau Angel tak sepenuhnya setuju dan masih meminta penjelasan darinya. Demi kewarasan hati maka Randi memutuskan dia tak ingin Nana keburu menjauh darinya.

Turun dari panggung, Randi berjalan dengan wajah tersenyum ke arah Nana. Nana pun menyambutnya dengan senyuman khasnya yang selalu menenangkan hati Randi.

“Ada yang ingin kusampaikan padamu Nana, sekarang.”

Inspired from a song : Faye Wong – Eyes on me

Yang Telah Mampir

Dia hanya mampir sebentar

Tidak lama, hanya sebentar

Hanya berkunjung , tidak menetap

Dia hanya mampir sebentar

Hanya bertukar impian

Tidak bermaksud untuk mengejar bersama

Dia hanya mampir sebentar

Hanya berbagi tawa

Hanya berbagi keluh kesah

Dia hanya mampir sebentar

Ada romansa tertoreh

Tapi tidak untuk lama

Tidak untuk seterusnya

Dia telah pergi lagi

Mengejar mataharinya

Karena matahari kami berbeda

Tidak ada janji yang disepakati

Tidak ada mimpi yang diangankan

Karena dia hanya mampir sebentar

Karena dia tak diminta untuk tinggal

Karena pemilik sebenarnya sebentar lagi akan pulang

Melanjutkan cerita dan janji sebelumnya

Arisan Para Mantan

Sore hari itu, di sebuah kafe di kawasan Gejayan, berkumpulah 5 orang pria. Kelimanya duduk dengan manis di pojokan kafe yang lumayan terkenal itu. Mereka adalah Iwan , Bernad , Ilham , Adi dan Aam. Terdiam di kursi masing-masing, mereka mempelajari muka satu persatu yang ada di meja itu.

Aam mulai membuka pembicaraan, “Jadi siapa yang mengirimkan undangan ini?” dia melemparkan sebuah undangan ke atas meja. Yang lain melirik undangan itu, hanya Iwan yang tetap menatap mata Aam. “Itu aku, ya aku yang mengirimkan undangan itu pada kalian. Butuh waktu yang lumayan untuk mencari tahu alamat kalian. Tapi akhirnya kita bisa berkumpul juga di sini.” jelasnya atas tatapan bingung ke empat cowok lainnya.

“Maksudnya apa ini? Apa yang akan kita lakukan di sini? Kita akan membahas siapa sih?” Adi menyulut rokoknya lalu menghempaskan badannya ke kursi itu.

“Apakah kita akan membahas….” suara Bernad hilang , tidak berani dia menyebutkan nama yang indah itu.

“TENTU SAJA KITA AKAN MEMBAHAS VINI!” teriak Ilham sambil memegang kepalanya. Lalu dia edarkan pandangannya ke arah cowok-cowok itu.

Vini, ya Vini. Sesosok gadis manis yang telah menorehkan kenangan indah di setiap hari di masa lalu cowok-cowok itu. Vini yang manis, Vini yang mempunyai tawa yang lucu..Vini yang… berbagai kenangan akan Vini kini hadir di benak mereka.

“Aku..aku tidak dapat membahas Vini lagi. Aku permisi saja.” Adi bangkit dari kursinya. “Kamu harus menuntaskan perasaan itu Di.” tahan Iwan. “Sekaranglah saat yang tepat.” lanjutnya lagi. Adi pun kembali ke tempat duduknya dan menyulut lagi rokoknya.

“Vini tidak suka kalo kamu ngerokok Di. Dia pernah bilang padaku kalo dia tidak suka pria yang merokok. Aku saja berhasil dibuat berhenti olehnya.” kata Ilham yang paling muda di antara yang lainnya.

“Ya Vini juga berhasil menghentikan kebiasaanku. Dia juga berhasil membuatku bersemangat kembali mengerjakan skripsiku.” Aam berkata dengan lirih.

“Vini memang gadis yang berbeda dengan yang lain. Dia terlalu pengertian , sayang aku..” Iwan tidak menyelesaikan kalimatnya.

“Kamu berselingkuh! Dengan teman dekatnya! Dan dia bercerita padaku dengan penuh tangisan!” hardik Bernad. “Ya tapi dia mau memaafkanku!” sanggah Iwan. “Dia memaafkanmu tapi tidak mau bersamamu lagi kan? Vini orangnya sangat ketat soal kepercayaan.” balas Bernad.

“Jangan ngomong soal kepercayaan, bila kalian memang mencintainya.. kenapa kalian berani mengkhianatinya!” amarah Ilham tidak terbendung lagi. Keempat pria itu pun diam saja. “Aku..aku bisa menjaga kepercayaan Vini kepadaku. Tidak seperti kalian!” lanjutnya lagi.

“Ya tapi kamu juga seorang anak mami! Kamu tinggalkan Vini karena ibumu tidak menyukai Vini yang berbeda suku denganmu!” Adi ikut bersuara.

“Kamu juga! Kamu tinggalkan Vini tanpa kepastian karena mengejar mimpimu! Vini masih dengan setia menunggumu hingga kamu kembali dengan perempuan itu!” Bernad ikut menyerang Adi.

Lalu ke empatnya beradu argument dengan kembali mengungkit-ungkit kesalahan masing-masing. Iwan hanya duduk dan memperhatikan semuanya. Lalu dia berdehem, dan mereka pun terhenti.

“Sudah..sudah. Kita semua memang salah. Bila kita benar, maka kita masih berada bersama Vini hari ini. Kita yang telah menyia-nyiakan dia. Tapi tujuan pertemuan ini bukan untuk membicarakan itu.” Iwan berbicara dengan penuh wibawa.

“Kita di sini berkumpul untuk menentukan sikap dan langkah kita akan situasi sebulan lagi. Apa yang akan kita lakukan menghadapi ITU.” lanjutnya.

Ke empatnya pun sibuk berpikir. Mereka tersadar akan situasi penting yang akan terjadi sebulan lagi. “Aku akan mencegahnya! Akan kulakukan segaya daya upaya untuk mencegahnya!” Aam membulatkan tekadnya.

“Iya , aku juga. Aku yakin aku masih memiliki kesempatan untuk bersama Vini lagi.” Ilham pun ikutan. “Begitu juga dengan aku! Ikutkan aku dalam semua rencana kalian!” Adi bersuara diikuti dengan anggukan kepala Iwan. Mata mereka berapi-api terisi dengan kebulatan tekad masing-masing.

“Aku tidak” suara Bernad berbeda dengan yang lain. “Aku ingin Vini bahagia. Aku sadar aku tidak bisa membahagiakannya.”

“Aku telah diberi kesempatan untuk bersamanya dan aku menyia-nyiakan itu semua. Ingin kembali bersama Vini? Iya, aku ingin. Tapi aku tidak ingin menyakitinya lagi. Aku malu untuk bersamanya yang begitu hebat itu. Kalian coba tanyakan pada diri kalian sendiri, bisakah kalian membahagiakan Vini? Bisakah kalian menghapus kenangan menyakitkan yang telah kalian toreh di kehidupan Vini? AKu ingat setiap torehan yang kubuat. Walaupun aku yakin Vini akan memaafkanku, tapi aku begitu menyayanginya sehingga ingin melihat dia bahagia, walau itu tidak bersamaku.” Bernad menjelaskan dengan tenang namun terasa luka yang ada di tiap kata-katanya.

Mereka terdiam, terhanyut dengan pikiran dan kenangan mereka ketika bersama Vini. Iya, Vini itu begitu sempurna dan mereka yang salah tidak menyadari itu.

“Aku ingat impianku bersama Vini. Aku ingat hari di mana kami bersepakat untuk itu. Namun , itu adalah hari kemaren. Terus terang, impianku sekarang adalah ingin berada di impian Vini. Tapi apakah Vini ingin berada di impianku? Aku tiba-tiba tidak yakin.” kata Adi.

“Aku juga.. maafkan aku wan. Tapi akhirnya aku sadar. Betapapun aku ingin bersama Vini, aku tahu aku tidak dapat mengecawakan ibuku. Dan aku juga tidak ingin menyakiti hati wanita-wanita yang penting dalam kehidupanku itu.” Ilham pun ikut menambahkan.

Iwan hanya tersenyum, dan dia berkata, “Berarti aku anggap kalian telah ikhlas nih? Kalian tidak akan melakukan usaha apapun untuk mencegah ITU?” keempatnya mengangguk pelan. Iwan kembali tersenyum, “Iya , aku pun juga tersadar, mungkin aku telah melewatkan waktuku dengan Vini. Dan aku akan menyimpannya dengan baik semua itu.”

Mereka akhirnya melewati sore itu dengan pembicaraan santai mengenai Vini. Masing-masing menceritakan kenangan terindah mereka bersama Vini. Ketika mereka memutuskan untuk berpisah, mereka melakukan toast terakhir, “Ini untuk VINI, wanita terhebat yang pernah kami sia-siakan. Semoga dia bahagia dengan pria yang dipilihnya!” mereka lalu mengangkat gelas masing-masing. Dan mereka pun berpisah dengan janji untuk datang bersama di pernikahan Vini bulan depan untuk Vini.

Di kamarnya Iwan menatap 4 undangan merah jambu yang tergeletak di atas meja. Undangan itu ditujukan untuk Ilham, Bernad , Adi dan Aam. Dia akan mengirimkan undangan itu besok, mereka pasti akan kaget menerima undangan yang bertuliskan nama Vini dan Iwan. Setelah sebelumnya Iwan mengirim undangan arisan para mantan.

Tujuan Iwan mengumpulkan para mantan Vini itu hanya untuk meyakinkan mereka agar tidak melakukan apapun yang dapat menggagalkan pernikahannya dengan Vini. Kini dia merasa lega untuk melanjutkan langkahnya lagi bersama Vini.

#mantan

baca juga postingan http://bit.ly/qeVKTt sebuah dongeng tentang #hujan


Lembayung dan Pelangi

Hal yang terbaik dari hujan adalah pelangi yang menyertainya.

Lembayung tidak pernah menyukai hujan. Dia membenci setiap titik air yang tercurah dari atas langit itu. Dia tidak pernah menyukai bau hujan yang lembab. Baginya hujan itu menyedihkan. Tapi Lembayung tidak pernah bisa protes kepada Raja Langit. Konon, hujan itu adalah perintah Ibu Langit untuk membantu para petani yang sedang kesusahan. Ibu Langit memang baik hati dibandingkan dewa-dewa yang ada di langit lainnya. Maka Raja Langit pun menciptakan hujan dan semua orang berterima kasih padanya.

Lembayung hanyalah seorang anak kecil biasa dari sebuah desa di kaki Lembah Laaktu. Ketika semua anak seumurannya bermain di luar ketika hujan turun, Lembayung hanya berdiam di rumah sambil memandang hujan. Ibu Lembayung sudah pasrah dan tidak tahu lagi bagaimana cara membuat Lembayung agar menyukai hujan. Penduduk desa Laaktu seluruhnya adalah petani bunga, maka mereka memerlukan hujan agar bunga-bunga mereka menjadi cepat tumbuh agar bisa dipanen. Hanya Lembayung saja yang tidak menyukai hujan di desa itu.

Suatu sore, ketika hujan kembali turun, Lembayung memecahkan kendi ke lantai. Dia marah dia tidak bisa bermain ke tepian sungai gara-gara hujan. Ibu Lembayung pun mendekatinya, dan berkata, “Lembayung, bila kamu begitu ingin menghentikan hujan, cobalah untuk berdoa kepada Raja Langit. Sebutkanlah keinginanmu. Mungkin Raja Langit akan mendengarkan.” nasehat ibu Lembayung.

Lembayung pun bergegas ke kamarnya , dia duduk di tepian jendela dan berdoa kepada Raja Langit. “Raja Langit, kuharap kamu mendengar doaku. Aku Lembayung, aku ingin agar hujan berhenti selamanya dari bumi ini. Lembayung tidak pernah menyukai hujan Raja. Tolong dengarkan doa Lembayung. Lembayung tahu Raja Langit sangat baik kepada kami.” pinta Lembayung dengan sungguh-sungguh. Doa itu dia ucapkan terus menerus sambil menatap ke arah langit.

Di langit, Raja Langit sedang mendengarkan doa Lembayung. Dia tersenyum mendengar doa Lembayung, tiba-tiba dia ingin bertemu Lembayung. Sebagai seorang Raja yang bijaksana, dia  merasa harus mengabulkan doa tulus seorang anak kecil. Dia pun memanggil Pak Tua Marlon, dewa tua bijaksana untuk dimintai pendapat mengenai Lembayung. Pak Tua Marlon yang sedang di dekat Raja berpikir keras, dan dia berkata “Bagaimana kalau saya ajak Lembayung ke Istana Langit dan melihat Sungai Drawala , Raja? Mungkin dari situ, dia akan lebih mengerti tentang hujan.”. Raja Langit berpikir sejenak lalu menganggukkan kepalanya. “Silahkan saja, saya beri ijin untuk semua yang akan kamu lakukan.” jawabnya .

Pak Tua Marlon pun turun ke bumi dan lalu menemui Ibu Lembayung. Ibu Lembayung kaget bukan kepalang melihat seorang Dewa dari langit berada di rumahnya dan hendak mengajak Lembayung ke Istana Langit. “Maafkan anak saya Dewa. Anak saya tidak tahu apa-apa. Dia hanya seorang anak kecil” pinta ibu Lembayung. Pak Tua Marlon tersenyum ,”Tidak apa-apa. Kami hanya ingin mengajak Lembayung melihat proses awal mula hujan. Tenang, dia tidak dihukum.” ujar Pak Tua Marlon. Lembayung yang sedang mengintip dari kamar pun senang bukan kepalang. Dia segera berlari ke halaman belakang rumahnya dan memetik bunga-bunga yang akan dia berikan pada Raja Langit. Segera setelah itu, mereka pun berangkat ke Istana Langit.

Di Istana Langit , mereka pergi menuju Sungai Drawala. Sungai Drawala adalah sebuah sungai yang mengalir dari Mata Air Drawala, mata air abadi. Lembayung pertama-tama diajak melihat Mata Air Drawala, yang membedakan mata air itu dengan mata air yang lain adalah, airnya mengalir dari atas bebatuan. “Kemari Lembayung, coba kamu rasakan segarnya air ini” kata Pak Tua Marlon. Takut-takut, Lembayung pun mengulurkan tangannya ke atas ke arah air yang muncul dari bebatuan itu. Ketika pertama kali menyentuhnya air itu terasa sangat dingin di telapak tangannya, namun kala air itu meresap munculah perasaan yang menyenangkan di dada Lembayung. Raut wajah Lembayung pun bersinar , Pak Tua Marlon tersenyum dan berkata,”Air dari mata air ini membawa rasa kebahagiaan kepada siapapun yang menyentuhnya. Sehingga mereka dapat melupakan kesedihan mereka. Apakah kamu sudah lupa akan kesedihanmu , nak?”. Lembayung menganggukkan kepalanya keras-keras. Lembayung telah lupa rasa sedih dan amarahnya, yang ada hanya perasaan yang menggembirakan.

Mereka pun berjalan mengikuti aliran air yang membentuk sungai. Sungai itu menjadi deras karena adanya batu-batu besar berwarna merah di tengah sungai itu. “Kamu lihat itu nak, itu adalah batu semangat. Batu-batu itu akan menyalurkan aliran semangat di air sungai ini. Kini air sungai ini telah berisi kebahagiaan dan semangat.” Pak Tua Marlon menjelaskan pada Lembayung. Lembayung memperhatikan batu-batu itu. Dia terpana melihat merahnya warna batu itu, warna yang melambangkan keberanian dan semangat.

Mereka lalu menaiki sebuah rakit dan menyusuri aliran sungai yang cukup deras, namun rakit yang terbuat dari kayu berwarna hijau itu tetap seimbang mengikuti aliran sungai itu. Di tepian sungai, terlihat sekelompok bidadari yang sedang berdoa sambil melemparkan berkat ke arah air sungai. “Nah kalau itu, bidadari itu sedang mendoakan air sungai ini, agar air sungai ini membawa kebaikan kepada bumi. Agar air sungai ini membawa kesuburan bagi tanah, menghilangkan duka para pohon dan bunga-bunga. Kamu mengerti sekarang kan Lembayung?” tanya Pak Tua Marlon pada Lembayung. Lembayung terdiam , dia tidak tahu bahwa air yang terdapat di hujan berisi begitu banyak hal. Selama ini dia hanya menilai hujan sebagai iklim yang menyusahkan dia. Lembayung pun mulai mengerti sekarang.

Rakit mereka pun akhirnya menepi. Di tepian sungai sudah ada Raja Langit yang menunggu, Raja Langit lalu menyambut hangat Lembayung. “Bagaimana nak? Setelah semua perjalananmu ini, masihkah kau membenci hujan? Hujan itu membawa banyak berkah bagi penduduk bumi. Baik hujan kecil maupun besar. Janganlah kamu membencinya.”.

“Iya Raja, Maafkan Lembayung. Lembayung telah mengerti sekarang, hujan membawa banyak kebaikan dan Lembayung tidak akan membenci hujan lagi.” kata Lembayung. Teringat akan bunga yang dibawanya, Lembayung lalu menyerahkan bunga itu pada Raja Langit. “Ini Lembayung membawa bunga dari Desa Laaktu buat Baginda Raja. Bunga-bunga ini langka karena hanya ada 7 buah warna dalam satu tangkai besar.”

Raja Langit lalu menerima bunga itu. “Ah bunga ini, ini adalah bunga kesayangan ibuku. Mari Lembayung kita tebarkan bunga ini ke sungai Drawala. Ibuku pasti senang.”. Raja Langit mengajak Lembayung mendekati sungai. Lembayung memperhatikan bahwa sungai itu mengarah ke sebuah air terjun. Lembayung berpegangan pada tangan Pak Tua Marlon lalu mengintip ke bawa, dia pun menyadari bahwa dasar air terjun itu tertutup oleh awan. “Itulah hujan itu Lembayung. Air terjun ini berakhir sebagai hujan. Dasar airnya selalu berubah-ubah tergantung tempat yang akan diturunkan hujan.” Pak Tua Marlon menjawab kebingungan Lembayung.

Raja Langit lalu menebarkan bunga itu di sungai. Ajaibnya, bunga-bunga itu lalu bersinar dan mengeluarkan cahaya warna-warni yang menyilaukan mata. Cahaya warna warni itu berputar-putar lalu masuk ke aliran air terjun. Raja Langit lalu berkata kepada Lembayung, “Aku punya kejutan untukmu nak. Kejutan ini akan kamu temui bila hujan telah berakhir. Itu adalah kado dariku untukmu. Agar kamu selalu bersemangat di setiap hujan turun.”

Lembayung lalu pulang ke bumi. Desanya masih disirami hujan, kali ini Lembayung tidak bersungut-sungut lagi. Sesampainya di rumah Lembayung mengajak ibunya untuk keluar rumah dan menunggu akhir hujan bersamanya. “Lihat bu. Raja Langit mempunyai kejutan untukku di akhir hujan.”. Berdua mereka duduk di halaman menunggu hujan reda. Dan ketika hujan reda, sebuah semburat sinar warn-warni yang melengkung di ujung lembah penuh bunga pun muncul. Warnanya begitu indah dan bersinar cerah , ada 7 buah sinar yang menghiasi lembah Desa Laaktu.

Semenjak itu, setiap akhir hujan, munculah sinar 7 warna yang bersinar temaram. Penduduk desa pun menamainya pelangi. Sebuah hadiah untuk semua yang menikmati hujan.

Jendela Dina , Tassia dan Mince

Jendela Kotak Berbingkai Kayu Merah

Dina duduk termangu menatap keluar. Di sini setahun yang lalu , dari jendela ini dia pertama kali bertemu dengan Angkasa. Dia ingat tiap detik pertemuan itu. Ketika dia melihat Angkasa yang saat itu sedang menyeberang jalan dan sebuah mobil hampir saja menabraknya. Dina ingat dia segera bergegas keluar kafe itu dan menolong Angkasa. Itulah pertama kali mereka bertemu dan kisah itu pun mengalir dengan sangat indah. Tidak dapat ditolak perkenalan itu berjalan ke arahyang membahagiakan.

Dina menitikkan air matanya. Angkasa kini telah pergi. Dia ingat berjanji untuk tidak menangis. Tapi kedua matanya tidak dapat membendung luapan sungai emosi yang selama ini dia tahan. Angkasa pergi dan kini dia sendiri di kafe itu mengenang kisah mereka. “This is for you dear” ucapnya lirih. Dia lalu meletakkan mawar putih yang dia bawa di sudut jendela itu. Dina pun beranjak pergi dan berjanji takkan kembali ke tempat itu.

Jendela Kaca Bundar

Mince sudah berada di tempat biasa dia memulai hari. Duduk manis di depan jendela dan menatap keluar. Pagi itu dia sudah mandi , sudah menyisir rambutnya , sudah melahap habis sarapannya , Mince mengingat-ingat semua ritual paginya dengan baik. Dan kini tinggal menghabiskan hari di depan jendela. Dia pandangi jalanan di luar jendela itu. Tampak orang-orang sibuk berlalu lalang. Jalanan depan rumah itu memang jalan yang sering dilewati orang. Mince mengamati matahari dan berusaha menebak rasa hangatnya. Pandangan Mince lalu menangkap seekor burung cemara yang terbang mengitari jendela itu dari luar. Mince menatapnya dan burung itu hanya berkicau riang seolah menertawakan Mince. Suara pedangang soto yang sedang menjajakan dagangannya mengalihkan tatapan Mince. Sudut matanya mengikuti si abang Soto berjalan mengunjungi rumah dan ruko yang ada di jalan itu. Mince ingin sekali berada di jalanan itu. Dia ingin merasakan sinar matahari, hiruk pikuk jalanan dan bernyanyi bersama burung itu. Tapi dia tidak bisa. Dia terkurung di ruangan ini. Mince lalu jatuh tertidur karena lelah berkhayal.

Ketika bangun, dia melihat jendela itu terbuka sedikit, akal Mince pun berjalan cepat. Dengan susah payah, dia masukkan tangannya ke celah tipis itu, ah hanya tangan saja yang bisa melewati celah itu. Lalu dia mengumpulkan tenaganya dan mendorong celah itu dengan kedua tangan serta kepalanya. Lama-lama celah itu semakin membesar, dan akhirnya terbuka lebar sehingga badan Mince bisa melewatinya. Mince pun melesatkan badannya keluar, melompat ke atas genteng sebelah. Dengan lincah dia menuruni pohon yang menempel dengan genteng dan akhirnya mendarat dengan mulus di aspal jalan. Sayup-sayup dia mendengar teriakan dari balik jendela “HEH Siapa yang buka jendelanya! Mince kabur! MINCE!!” suara Anita tuannya terdengar kecil dari jalanan ini. Mince hanya mengeluarkan suara erangan pelan , lalu berlari menelusuri jalanan dengan ke empat kakinya yang lincah.

Jendela Kaca Berbingkai Kayu Emas

Tassia bermain di halaman dengan boneka kesayangannya. Sesekali dia melemparkan pandangan ke arah jendela kaca di samping rumah. Terlihat sosok ayahnya yang sedang duduk sambil mengetik dengan tampang serius. Tassia menatap ayahnya, dan ayah menyadarinya. Ayahnya memandang ke luar dan tersenyum kepada Tassia. Tassia lalu melambaikan tangannya dengan semangat sambil memanggil nama ayahnya. Sayang Ayah Tassia sudah kembali larut dalam pekerjaannya. Tassia pun hanya cemberut lalu bermain lagi. Keesokan harinya Tassia sudah mandi dan siap bermain di luar. Dilhatnya ayahnya masih sibuk dengan pekerjaan, Tassia lalu mengendap-endap di bawah jendela , dan tiba-tiba dia mengejutkan sang Ayah. Ayahnya kaget dan memarahi Tassia. Tassia berlari menangis menuju Ibu. Ibu Tassia lalu tersenyum dan memeluk Tassia erat, “sabar ya, Ayah sedang sibuk bekerja”. Sore keesokan hari, Tassia kembali mengintip Ayahnya dari luar jendela, kali ini dia tidak mengagetkan Ayahnya. Tassia hanya berdiri menatap sang Ayah dari luar dengan muka menempel di jendela. Ayah Tassia tidak menyadarinya, lama Tassia berdiri di situ sampai kakinya mulai terasa pegal. Ayahnya tetap tidak menoleh ke arahnya. Tassia pun kembali cemberut.

Hari ini, Tassia bermain lagi di halaman, kali ini dia tidak mau melirik ke jendela itu. Dia tahu ayahnya sedang sibuk bekerja, dia tidak ingin mengganggu ayahnya lagi. Tassia hanya ingin bermain dengan Ayah. Sudah lama mereka tidak bercanda bersama. Tassia sudah lupa rasa hangatnya pelukan Ayah. Ayah Tassia di ruangan itu bekerja dengan tekun. Dia merasa ada yang hilang hari itu. Ketika dia menolehkan pandangannya ke arah jendela, dia lihat boneka Tassia sudah bertengger manis di jendela, beserta sebuah kertas dengan tulisan anaknya yang sangat dia hafal.

“Tassia kangen Ayah”

SHMILY

SHMILY

Aku mungkin tak pernah mengerti dirimu

Mungkin tak pernah dapat tertawa di tiap leluconmu

SHMILY

Mungkin aku hanya bisa terdiam di pojok ruang setiap lampu sorot yang menyilaukan itu terarah padamu

Mungkin aku hanya bisa berada di belakangmu, berjalan pelan mengikutimu

Yang berlari cepat tanpa menoleh ke belakang

SHMILY

Mungkin kamu selalu bangga akan keikhlasanku

Kamu akan selalu teringat kemudahanku menerima negosiasimu

SHMILY

SHMILY

Hanya itu pesanku untukmu yang kini ingin pergi meninggalkanku

Akan kulepas dirimu dengan senyuman

Akan kudoakan dirimu mencapai impianmu

SHMILY

See How Much I Love You

Jangan Lupa

Jangan lupa

Ayunan kecil yang selalu berderik-derik ketika dinaiki

Tapi dapat mengantarkan wajah polos itu semakin mendekati langit

Jangan lupa

Raut ketakutan si anak baru, yang tak pernah mau melepas tangan ibunya

Di hari pertama mereka sekolah

Jangan lupa

Seluncuran plastik warna merah dengan muka gajah lucu

Yang selalu ramai dengan antrian malaikat-malaikat kecil itu

Jangan lupa

Pada kecupan manis dua malaikat

Di bawah pohon yang rindang dan membuat mukamu tersipu malu

Jangan lupa

Di sini awal semuanya

Tawa dan canda yang pernah ada di sini

Kenangan yang hanya akan bertahan sebentar

sebelum terisi dengan kenangan-kenangan yang lain

Pada setiap cinta monyet yang tercipta

Pada setiap tangis yang terurai

Di sini.. di taman bermain ini

Aku menjaga kenangan itu

Aku selalu ada di tengah kenangan itu

Jangan lupa padaku

*curhatan bangku taman di halaman sebuah TK*

« Older posts

© 2024 Utied Putri

Theme by Anders NorenUp ↑