21.30 WIB
Dina mengeringkan rambutnya dengan hairdryer, pelan dia menyenandungkan seuntai nada tak berjudul yang dia temukan ketika mandi tadi. Lagu tak berjudul itu menemani dia menguraikan helai rambutnya yang terjalin kusut. Sesekali matanya melirik ke arah jam dinding Mickey Mouse yang telah menemani dia 2 tahun ini.
Jam itu adalah pemberian Pandu, padahal Dina tidak menyukai Mickey Mouse ataupun tokoh kartun lainnya, Pandu memenangkan jam itu di sebuah pasar malam kecil di alun-alun di malam pertama kencan mereka.
Walaupun begitu jam itu telah berjasa dalam mengingatkan waktu karena Dina termasuk gadis yang lelet. Kata Pandu waktu itu, jam itu akan mengingatkan bahwa waktu itu begitu sederhana, kita tidak butuh pengingat berbentuk bagus untuk menyadarkan betapa waktu dapat berlalu dengan cepat. Dina tersenyum mengingatnya.

21.40 WIB
Rambutnya sudah kering, Dina pun meraih catok yang baru dia beli sore tadi. Catok baru itu dia gunakan untuk membentuk rambutnya ikal. Pandu selalu bilang dia menyukai rambut Dina yang lurus, namun Dina memberanikan diri untuk tampil beda malam ini.
Malam ini berbeda dengan malam lainnya, Dina sudah menunggu malam ini sejak 3 bulan lalu. Dia bahkan sudah mengajukan ijin sehari pada bosnya untuk tidak bekerja hari ini demi mempersiapkan malam istimewanya.
Dina bahkan sudah membeli baju, lipstik dan kuteks baru.
Pandu layaknya cowok lain, tidak terlalu suka bila pacarnya menggunakan dandanan yang terlalu berlebihan. Pandu menyukai hal-hal yang sederhana, padahal seringkali Dina ingin tampil lain dari biasanya, untuk Pandu. Setiap kali Dina berdandan yang berbeda, Pandu hanya mengerlingkan matanya dan diam saja. Tapi malam ini saja, Dina ingin sekali Pandu memujinya.

21.55 WIB
Rambut sudah, sekarang tinggal dandanan saja, lipstik merah menyala ini akan cocok dengan mini dress merah bunga-bunga ini, pikir Dina. Dia menyapukan kuas blush on ke pipinya, setelah merasa sempurna, lipstik merah yang baru itu dia sapukan tipis-tipis di bibirnya.
Selesai dengan perlengkapan perang, Dina meraih baju yang sudah disetrika rapi di atas tempat tidurnya. Pandu suka sekali bila Dina menggunakan mini dress atau dress langsungan bukan celana jeans dan kaus yang merupakan seragam Dina sehari-hari. Terasa lebih wanita, menurut Pandu. Dina sih senang-senang saja memakai baju-baju model begitu, sayang bila berbelanja baju, dia tetap saja memilih kaos dan jeans lagi. Dina berjanji untuk menambah koleksi mini dress-nya demi Pandu.
Pandu bukan cowok yang senang memuji, tapi sekalinya Pandu melontarkan pujian, Dina bagaikan melayang tujuh hari tujuh malam gak mau turun-turun ke bumi. Ah wanita, setinggi apapun gengsi dan egonya, tetap saja lemah terhadap pujian tulus dari sang pujaan hati. Apalagi dari orang yang pelit pujian seperti Pandu.

22.10 WIB
5 menit lagi, Dina mengingatkan dirinya sendiri, dia pun berjalan ke meja kerjanya dan menghidupkan laptopnya. Lalu dia klik ikon Skype di layar dan segera bersiap menunggu Pandu untuk menghubunginya.
Ya malam ini adalah malam istimewa karena ini malam pertama mereka bisa bertatap muka(walaupun lewat webcam saja) setelah terpisah selama 6 bulan.
Satu tahun ini mereka berdua ber-LDR ria, pada awalnya Dina tidak pernah mau menjalankan hubungan yang hanya berisi omongan-omongan tanpa pertemuan. Apalagi mereka LDR-nya gak tanggung-tanggung, Indonesia dengan Hanoi itu ternyata jauh juga, ini baru Dina sadari. Dan komunikasi tidaklah lancar karena terkadang Pandu dikirim ke lokasi-lokasi yang tidak memiliki jaringan internet yang baik.
Namun cinta ternyata egois, bisa menomorduakan logika dan fakta. Dan baru kali ini Dina merasa diperbudak oleh rasa kangen. Masih lekang di ingatan  Dina ketika mereka berada di bandara, Pandu menatapnya dan berkata “Aku yakin ada kamu dalam masa depanku, aku minta kamu untuk percaya itu dan mau bekerja sama denganku menuju masa depan kita. Aku hanya minta kamu mau menunggu dan percaya padaku, aku akan mengusahakan masa depan yang indah untuk kita, makanya aku harus pergi sekarang. Aku harap kamu mau.” sebuah permintaan yang indah, bagaimana mungkin Dina menolaknya, karena dia pun ingin menemui Pandu di masa depannya.
Setiap hari Dina lewati dengan pertanyaan-pertanyaan yang bertempur di pikirannya, bagaimana hari-hari yang Pandu lalui, apakah dia baik-baik saja di negeri orang sana dan malam ini Dina akan mendapatkan jawabannya. Dina tak sabaran untuk segera mendengarkan cerita perjuangan Pandu dan petualangan-petualangan Pandu, terlebih lagi dia ingin meyakinkan pada Pandu bahwa dia akan tetap menunggu Pandu untuk menjemputnya menuju masa depan mereka. Dina ingin menyemangati Pandu dan mengatakn bahwa dia akan selalu ada untuk Pandu dan hanya demi Pandu.
Malam ini Dina akan mengalahkan sedikit rasa kangen yang selama ini melemahkannya. Malam ini Dina merasa puncak kangen yang sudah dia daki dari setahun lalu mulai terkikis. Malam ini, milik aku dan Pandu saja, selangkah lagi menuju masa depan kami.

*terinspirasi dari lagu Sheila on 7 – Bertahan Di Sana*