Sore hari itu, di sebuah kafe di kawasan Gejayan, berkumpulah 5 orang pria. Kelimanya duduk dengan manis di pojokan kafe yang lumayan terkenal itu. Mereka adalah Iwan , Bernad , Ilham , Adi dan Aam. Terdiam di kursi masing-masing, mereka mempelajari muka satu persatu yang ada di meja itu.

Aam mulai membuka pembicaraan, “Jadi siapa yang mengirimkan undangan ini?” dia melemparkan sebuah undangan ke atas meja. Yang lain melirik undangan itu, hanya Iwan yang tetap menatap mata Aam. “Itu aku, ya aku yang mengirimkan undangan itu pada kalian. Butuh waktu yang lumayan untuk mencari tahu alamat kalian. Tapi akhirnya kita bisa berkumpul juga di sini.” jelasnya atas tatapan bingung ke empat cowok lainnya.

“Maksudnya apa ini? Apa yang akan kita lakukan di sini? Kita akan membahas siapa sih?” Adi menyulut rokoknya lalu menghempaskan badannya ke kursi itu.

“Apakah kita akan membahas….” suara Bernad hilang , tidak berani dia menyebutkan nama yang indah itu.

“TENTU SAJA KITA AKAN MEMBAHAS VINI!” teriak Ilham sambil memegang kepalanya. Lalu dia edarkan pandangannya ke arah cowok-cowok itu.

Vini, ya Vini. Sesosok gadis manis yang telah menorehkan kenangan indah di setiap hari di masa lalu cowok-cowok itu. Vini yang manis, Vini yang mempunyai tawa yang lucu..Vini yang… berbagai kenangan akan Vini kini hadir di benak mereka.

“Aku..aku tidak dapat membahas Vini lagi. Aku permisi saja.” Adi bangkit dari kursinya. “Kamu harus menuntaskan perasaan itu Di.” tahan Iwan. “Sekaranglah saat yang tepat.” lanjutnya lagi. Adi pun kembali ke tempat duduknya dan menyulut lagi rokoknya.

“Vini tidak suka kalo kamu ngerokok Di. Dia pernah bilang padaku kalo dia tidak suka pria yang merokok. Aku saja berhasil dibuat berhenti olehnya.” kata Ilham yang paling muda di antara yang lainnya.

“Ya Vini juga berhasil menghentikan kebiasaanku. Dia juga berhasil membuatku bersemangat kembali mengerjakan skripsiku.” Aam berkata dengan lirih.

“Vini memang gadis yang berbeda dengan yang lain. Dia terlalu pengertian , sayang aku..” Iwan tidak menyelesaikan kalimatnya.

“Kamu berselingkuh! Dengan teman dekatnya! Dan dia bercerita padaku dengan penuh tangisan!” hardik Bernad. “Ya tapi dia mau memaafkanku!” sanggah Iwan. “Dia memaafkanmu tapi tidak mau bersamamu lagi kan? Vini orangnya sangat ketat soal kepercayaan.” balas Bernad.

“Jangan ngomong soal kepercayaan, bila kalian memang mencintainya.. kenapa kalian berani mengkhianatinya!” amarah Ilham tidak terbendung lagi. Keempat pria itu pun diam saja. “Aku..aku bisa menjaga kepercayaan Vini kepadaku. Tidak seperti kalian!” lanjutnya lagi.

“Ya tapi kamu juga seorang anak mami! Kamu tinggalkan Vini karena ibumu tidak menyukai Vini yang berbeda suku denganmu!” Adi ikut bersuara.

“Kamu juga! Kamu tinggalkan Vini tanpa kepastian karena mengejar mimpimu! Vini masih dengan setia menunggumu hingga kamu kembali dengan perempuan itu!” Bernad ikut menyerang Adi.

Lalu ke empatnya beradu argument dengan kembali mengungkit-ungkit kesalahan masing-masing. Iwan hanya duduk dan memperhatikan semuanya. Lalu dia berdehem, dan mereka pun terhenti.

“Sudah..sudah. Kita semua memang salah. Bila kita benar, maka kita masih berada bersama Vini hari ini. Kita yang telah menyia-nyiakan dia. Tapi tujuan pertemuan ini bukan untuk membicarakan itu.” Iwan berbicara dengan penuh wibawa.

“Kita di sini berkumpul untuk menentukan sikap dan langkah kita akan situasi sebulan lagi. Apa yang akan kita lakukan menghadapi ITU.” lanjutnya.

Ke empatnya pun sibuk berpikir. Mereka tersadar akan situasi penting yang akan terjadi sebulan lagi. “Aku akan mencegahnya! Akan kulakukan segaya daya upaya untuk mencegahnya!” Aam membulatkan tekadnya.

“Iya , aku juga. Aku yakin aku masih memiliki kesempatan untuk bersama Vini lagi.” Ilham pun ikutan. “Begitu juga dengan aku! Ikutkan aku dalam semua rencana kalian!” Adi bersuara diikuti dengan anggukan kepala Iwan. Mata mereka berapi-api terisi dengan kebulatan tekad masing-masing.

“Aku tidak” suara Bernad berbeda dengan yang lain. “Aku ingin Vini bahagia. Aku sadar aku tidak bisa membahagiakannya.”

“Aku telah diberi kesempatan untuk bersamanya dan aku menyia-nyiakan itu semua. Ingin kembali bersama Vini? Iya, aku ingin. Tapi aku tidak ingin menyakitinya lagi. Aku malu untuk bersamanya yang begitu hebat itu. Kalian coba tanyakan pada diri kalian sendiri, bisakah kalian membahagiakan Vini? Bisakah kalian menghapus kenangan menyakitkan yang telah kalian toreh di kehidupan Vini? AKu ingat setiap torehan yang kubuat. Walaupun aku yakin Vini akan memaafkanku, tapi aku begitu menyayanginya sehingga ingin melihat dia bahagia, walau itu tidak bersamaku.” Bernad menjelaskan dengan tenang namun terasa luka yang ada di tiap kata-katanya.

Mereka terdiam, terhanyut dengan pikiran dan kenangan mereka ketika bersama Vini. Iya, Vini itu begitu sempurna dan mereka yang salah tidak menyadari itu.

“Aku ingat impianku bersama Vini. Aku ingat hari di mana kami bersepakat untuk itu. Namun , itu adalah hari kemaren. Terus terang, impianku sekarang adalah ingin berada di impian Vini. Tapi apakah Vini ingin berada di impianku? Aku tiba-tiba tidak yakin.” kata Adi.

“Aku juga.. maafkan aku wan. Tapi akhirnya aku sadar. Betapapun aku ingin bersama Vini, aku tahu aku tidak dapat mengecawakan ibuku. Dan aku juga tidak ingin menyakiti hati wanita-wanita yang penting dalam kehidupanku itu.” Ilham pun ikut menambahkan.

Iwan hanya tersenyum, dan dia berkata, “Berarti aku anggap kalian telah ikhlas nih? Kalian tidak akan melakukan usaha apapun untuk mencegah ITU?” keempatnya mengangguk pelan. Iwan kembali tersenyum, “Iya , aku pun juga tersadar, mungkin aku telah melewatkan waktuku dengan Vini. Dan aku akan menyimpannya dengan baik semua itu.”

Mereka akhirnya melewati sore itu dengan pembicaraan santai mengenai Vini. Masing-masing menceritakan kenangan terindah mereka bersama Vini. Ketika mereka memutuskan untuk berpisah, mereka melakukan toast terakhir, “Ini untuk VINI, wanita terhebat yang pernah kami sia-siakan. Semoga dia bahagia dengan pria yang dipilihnya!” mereka lalu mengangkat gelas masing-masing. Dan mereka pun berpisah dengan janji untuk datang bersama di pernikahan Vini bulan depan untuk Vini.

Di kamarnya Iwan menatap 4 undangan merah jambu yang tergeletak di atas meja. Undangan itu ditujukan untuk Ilham, Bernad , Adi dan Aam. Dia akan mengirimkan undangan itu besok, mereka pasti akan kaget menerima undangan yang bertuliskan nama Vini dan Iwan. Setelah sebelumnya Iwan mengirim undangan arisan para mantan.

Tujuan Iwan mengumpulkan para mantan Vini itu hanya untuk meyakinkan mereka agar tidak melakukan apapun yang dapat menggagalkan pernikahannya dengan Vini. Kini dia merasa lega untuk melanjutkan langkahnya lagi bersama Vini.

#mantan

baca juga postingan http://bit.ly/qeVKTt sebuah dongeng tentang #hujan