Hal yang terbaik dari hujan adalah pelangi yang menyertainya.

Lembayung tidak pernah menyukai hujan. Dia membenci setiap titik air yang tercurah dari atas langit itu. Dia tidak pernah menyukai bau hujan yang lembab. Baginya hujan itu menyedihkan. Tapi Lembayung tidak pernah bisa protes kepada Raja Langit. Konon, hujan itu adalah perintah Ibu Langit untuk membantu para petani yang sedang kesusahan. Ibu Langit memang baik hati dibandingkan dewa-dewa yang ada di langit lainnya. Maka Raja Langit pun menciptakan hujan dan semua orang berterima kasih padanya.

Lembayung hanyalah seorang anak kecil biasa dari sebuah desa di kaki Lembah Laaktu. Ketika semua anak seumurannya bermain di luar ketika hujan turun, Lembayung hanya berdiam di rumah sambil memandang hujan. Ibu Lembayung sudah pasrah dan tidak tahu lagi bagaimana cara membuat Lembayung agar menyukai hujan. Penduduk desa Laaktu seluruhnya adalah petani bunga, maka mereka memerlukan hujan agar bunga-bunga mereka menjadi cepat tumbuh agar bisa dipanen. Hanya Lembayung saja yang tidak menyukai hujan di desa itu.

Suatu sore, ketika hujan kembali turun, Lembayung memecahkan kendi ke lantai. Dia marah dia tidak bisa bermain ke tepian sungai gara-gara hujan. Ibu Lembayung pun mendekatinya, dan berkata, “Lembayung, bila kamu begitu ingin menghentikan hujan, cobalah untuk berdoa kepada Raja Langit. Sebutkanlah keinginanmu. Mungkin Raja Langit akan mendengarkan.” nasehat ibu Lembayung.

Lembayung pun bergegas ke kamarnya , dia duduk di tepian jendela dan berdoa kepada Raja Langit. “Raja Langit, kuharap kamu mendengar doaku. Aku Lembayung, aku ingin agar hujan berhenti selamanya dari bumi ini. Lembayung tidak pernah menyukai hujan Raja. Tolong dengarkan doa Lembayung. Lembayung tahu Raja Langit sangat baik kepada kami.” pinta Lembayung dengan sungguh-sungguh. Doa itu dia ucapkan terus menerus sambil menatap ke arah langit.

Di langit, Raja Langit sedang mendengarkan doa Lembayung. Dia tersenyum mendengar doa Lembayung, tiba-tiba dia ingin bertemu Lembayung. Sebagai seorang Raja yang bijaksana, dia  merasa harus mengabulkan doa tulus seorang anak kecil. Dia pun memanggil Pak Tua Marlon, dewa tua bijaksana untuk dimintai pendapat mengenai Lembayung. Pak Tua Marlon yang sedang di dekat Raja berpikir keras, dan dia berkata “Bagaimana kalau saya ajak Lembayung ke Istana Langit dan melihat Sungai Drawala , Raja? Mungkin dari situ, dia akan lebih mengerti tentang hujan.”. Raja Langit berpikir sejenak lalu menganggukkan kepalanya. “Silahkan saja, saya beri ijin untuk semua yang akan kamu lakukan.” jawabnya .

Pak Tua Marlon pun turun ke bumi dan lalu menemui Ibu Lembayung. Ibu Lembayung kaget bukan kepalang melihat seorang Dewa dari langit berada di rumahnya dan hendak mengajak Lembayung ke Istana Langit. “Maafkan anak saya Dewa. Anak saya tidak tahu apa-apa. Dia hanya seorang anak kecil” pinta ibu Lembayung. Pak Tua Marlon tersenyum ,”Tidak apa-apa. Kami hanya ingin mengajak Lembayung melihat proses awal mula hujan. Tenang, dia tidak dihukum.” ujar Pak Tua Marlon. Lembayung yang sedang mengintip dari kamar pun senang bukan kepalang. Dia segera berlari ke halaman belakang rumahnya dan memetik bunga-bunga yang akan dia berikan pada Raja Langit. Segera setelah itu, mereka pun berangkat ke Istana Langit.

Di Istana Langit , mereka pergi menuju Sungai Drawala. Sungai Drawala adalah sebuah sungai yang mengalir dari Mata Air Drawala, mata air abadi. Lembayung pertama-tama diajak melihat Mata Air Drawala, yang membedakan mata air itu dengan mata air yang lain adalah, airnya mengalir dari atas bebatuan. “Kemari Lembayung, coba kamu rasakan segarnya air ini” kata Pak Tua Marlon. Takut-takut, Lembayung pun mengulurkan tangannya ke atas ke arah air yang muncul dari bebatuan itu. Ketika pertama kali menyentuhnya air itu terasa sangat dingin di telapak tangannya, namun kala air itu meresap munculah perasaan yang menyenangkan di dada Lembayung. Raut wajah Lembayung pun bersinar , Pak Tua Marlon tersenyum dan berkata,”Air dari mata air ini membawa rasa kebahagiaan kepada siapapun yang menyentuhnya. Sehingga mereka dapat melupakan kesedihan mereka. Apakah kamu sudah lupa akan kesedihanmu , nak?”. Lembayung menganggukkan kepalanya keras-keras. Lembayung telah lupa rasa sedih dan amarahnya, yang ada hanya perasaan yang menggembirakan.

Mereka pun berjalan mengikuti aliran air yang membentuk sungai. Sungai itu menjadi deras karena adanya batu-batu besar berwarna merah di tengah sungai itu. “Kamu lihat itu nak, itu adalah batu semangat. Batu-batu itu akan menyalurkan aliran semangat di air sungai ini. Kini air sungai ini telah berisi kebahagiaan dan semangat.” Pak Tua Marlon menjelaskan pada Lembayung. Lembayung memperhatikan batu-batu itu. Dia terpana melihat merahnya warna batu itu, warna yang melambangkan keberanian dan semangat.

Mereka lalu menaiki sebuah rakit dan menyusuri aliran sungai yang cukup deras, namun rakit yang terbuat dari kayu berwarna hijau itu tetap seimbang mengikuti aliran sungai itu. Di tepian sungai, terlihat sekelompok bidadari yang sedang berdoa sambil melemparkan berkat ke arah air sungai. “Nah kalau itu, bidadari itu sedang mendoakan air sungai ini, agar air sungai ini membawa kebaikan kepada bumi. Agar air sungai ini membawa kesuburan bagi tanah, menghilangkan duka para pohon dan bunga-bunga. Kamu mengerti sekarang kan Lembayung?” tanya Pak Tua Marlon pada Lembayung. Lembayung terdiam , dia tidak tahu bahwa air yang terdapat di hujan berisi begitu banyak hal. Selama ini dia hanya menilai hujan sebagai iklim yang menyusahkan dia. Lembayung pun mulai mengerti sekarang.

Rakit mereka pun akhirnya menepi. Di tepian sungai sudah ada Raja Langit yang menunggu, Raja Langit lalu menyambut hangat Lembayung. “Bagaimana nak? Setelah semua perjalananmu ini, masihkah kau membenci hujan? Hujan itu membawa banyak berkah bagi penduduk bumi. Baik hujan kecil maupun besar. Janganlah kamu membencinya.”.

“Iya Raja, Maafkan Lembayung. Lembayung telah mengerti sekarang, hujan membawa banyak kebaikan dan Lembayung tidak akan membenci hujan lagi.” kata Lembayung. Teringat akan bunga yang dibawanya, Lembayung lalu menyerahkan bunga itu pada Raja Langit. “Ini Lembayung membawa bunga dari Desa Laaktu buat Baginda Raja. Bunga-bunga ini langka karena hanya ada 7 buah warna dalam satu tangkai besar.”

Raja Langit lalu menerima bunga itu. “Ah bunga ini, ini adalah bunga kesayangan ibuku. Mari Lembayung kita tebarkan bunga ini ke sungai Drawala. Ibuku pasti senang.”. Raja Langit mengajak Lembayung mendekati sungai. Lembayung memperhatikan bahwa sungai itu mengarah ke sebuah air terjun. Lembayung berpegangan pada tangan Pak Tua Marlon lalu mengintip ke bawa, dia pun menyadari bahwa dasar air terjun itu tertutup oleh awan. “Itulah hujan itu Lembayung. Air terjun ini berakhir sebagai hujan. Dasar airnya selalu berubah-ubah tergantung tempat yang akan diturunkan hujan.” Pak Tua Marlon menjawab kebingungan Lembayung.

Raja Langit lalu menebarkan bunga itu di sungai. Ajaibnya, bunga-bunga itu lalu bersinar dan mengeluarkan cahaya warna-warni yang menyilaukan mata. Cahaya warna warni itu berputar-putar lalu masuk ke aliran air terjun. Raja Langit lalu berkata kepada Lembayung, “Aku punya kejutan untukmu nak. Kejutan ini akan kamu temui bila hujan telah berakhir. Itu adalah kado dariku untukmu. Agar kamu selalu bersemangat di setiap hujan turun.”

Lembayung lalu pulang ke bumi. Desanya masih disirami hujan, kali ini Lembayung tidak bersungut-sungut lagi. Sesampainya di rumah Lembayung mengajak ibunya untuk keluar rumah dan menunggu akhir hujan bersamanya. “Lihat bu. Raja Langit mempunyai kejutan untukku di akhir hujan.”. Berdua mereka duduk di halaman menunggu hujan reda. Dan ketika hujan reda, sebuah semburat sinar warn-warni yang melengkung di ujung lembah penuh bunga pun muncul. Warnanya begitu indah dan bersinar cerah , ada 7 buah sinar yang menghiasi lembah Desa Laaktu.

Semenjak itu, setiap akhir hujan, munculah sinar 7 warna yang bersinar temaram. Penduduk desa pun menamainya pelangi. Sebuah hadiah untuk semua yang menikmati hujan.